Minggu, 24 Desember 2023

MITIGASI DAN ADAPTASI KEBENCANAAN B#1

 II. Pengertian dan Langkah Mitigasi Bencana 


Ancaman bencana di negara kita sangat tinggi dan beragam. Kegiatan untuk mengurangi risiko bencana berdampak pada sedikitnya kerugian yang ditimbulkan. Hal ini pernah terjadi di desa-desa adat Lombok ketika terjadi gempa bumi tahun 2018. Desa adat sudah memiliki sistem mitigasi khusus, sehingga dampak kerugiannya lebih sedikit dibandingkan daerah perkotaan. 



Mitigasi bencana merupakan serangkaian kegiatan (upaya, strategi, kebijakan, dan kegiatan lainnya) untuk mengurangi risiko bencana. Proses mitigasi dapat dilakukan dengan kegiatan penyuluhan, pembangunan fisik (sarana dan prasarana), dan peningkatan kemampuan (kapasitas) masyarakat menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi bencana mencakup berbagai bidang, khususnya ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik. 



Tujuan mitigasi bencana terdiri dari beberapa hal. Pertama, dampak kerugian dapat dikurangi, seperti kerugian nyawa, kerusakan lingkungan, hingga korban jiwa. Kedua, pengetahuan tentang kondisi sebelum bencana, saat, dan pasca bencana dapat meningkat sehingga masyarakat dapat bekerja dan hidup dengan aman. Ketiga, perancangan dan penyusunan kegiatan mitigasi bencana dapat dijadikan acuan untuk menyusun kebijakan pembangunan wilayah. 



Mitigasi bencana dibagi menjadi mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural dilakukan melalui upaya pembangunan fisik maupun pembangunan prasarana masyarakat dalam hal pengurangan risiko bencana. Pembangunan juga dapat melalui pengembangan teknologi (Wulan, 2016). Mitigasi non struktural dilakukan dalam upaya penyadaran masyarakat atau memberikan pendidikan dalam mengurangi risiko bencana. 


Selain klasifikasi bentuk mitigasi diatas, mitigasi bencana dibagi menjadi lima berdasarkan kearifan lokal. Bentuk mitigasi tersebut yaitu dimensi pengetahuan, nilai, mekanisme pengambilan keputusan, solidaritas kelompok, dan mekanik (Wahyuningtyas et al., 2019). Namun kelima bentuk mitigasi tersebut juga dapat dikategorikan dalam dua bentuk mitigasi utama. Kategori tersebut meliputi mitigasi non struktural meliputi dimensi pengetahuan, nilai, mekanisme pengambilan keputusan, dan solidaritas kelompok. Sedangkan mitigasi struktural dapat dilihat berdasarkan dimensi mekanik. 



A. Mitigasi untuk Jenis-Jenis Bencana 



Setiap bencana memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Berbagai wilayah di negara kita memiliki sistem mitigasi tertentu berdasarkan jenis bencananya. Contoh: tanggul yang dibangun pada daerah lereng gunung berapi untuk tempat pengaliran lava, penanaman mangrove di sepanjang pantai untuk mengantisipasi bencana tsunami, dll. Kegiatan mitigasi dilakukan sesuai dengan bencana masing-masing.



1. Mitigasi Tsunami 



Kegiatan mitigasi bencana tsunami dilakukan untuk dapat meminimalisir risiko/dampak bencana tsunami. Kegiatan mitigasi bencana tsunami sebagai berikut: 

a. penanaman mangrove (bakau) di sepanjang pantai untuk menghambat gelombang tsunami, 

b. pembekalan pengetahuan terkait data gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Data ini seperti gempa dengan pusat getaran di laut dangkal (0-30 km) hingga laut tengah, kekuatan paling rendah 6,5 SR, dan pola sesar yang turun atau naik, 

c. terdapat sistem peringatan dini tsunami dalam skala regional dan internasional, 

d. pengadaan pemantauan berkala, 

e. sistem pendeteksi tsunami dirancang dua bagian. Pertama jaringan komunikasi dan infrastruktur untuk menyampaikan informasi adanya bahaya tsunami sebagai peringatan dini. Kedua, jaringan sensor pendeteksi tsunami akan terjadi. 


Gambar 4.23. Penanaman Mangrove (Bakau). 


Sumber: dlh.semarangkota.go.id/ thelovecode.wordpress.com (2020)  



2. Mitigasi Gunung Berapi 



Kegiatan mitigasi bencana letusan gunung berapi dilakukan untuk meminimalisir risiko/dampak bencana. Kegiatan mitigasi bencana letusan gunung berapi sebagai berikut: a. pembangunan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah pemukiman, 

b. pengadaan pemantauan berkala, 

c. pengiriman data pemantauan ke Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan radio komunikasi SSB, 

d. kegiatan tanggap darurat. Tindakan yang dilakukan ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung api yaitu melakukan pemeriksaan berkala dan terpadu, mengevaluasi laporan dan data aktivitas vulkanik, mengirimkan tim lokasi, dan membentuk tim tanggap darurat, 

e. pemetaan, peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat bahaya, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, pengungsian, dan pos penanggulangan bencana gunung berapi, 

f. penyelidikan gunung berapi menggunakan metode geologi, geofisika, dan geokimia, dan 

g. sosialisasi, yang dilakukan pada pemerintah daerah dan masyarakat. 

Gambar 4.24. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Semeru 


Sumber: kompaspedia.kompas.id/Peta KRB Gunung Semeru. Kementerian ESDM (2014) 



3. Mitigasi Gempa Bumi 



Kegiatan mitigasi bencana gempa bumi dilakukan untuk meminimalisir risiko/dampak bencana. Kegiatan mitigasi bencana gempa bumi sebagai berikut: 

a. identifikasi sumber bahaya dan ancaman bencana, 

b. mendirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa), 

c. memahami lokasi bangunan tempat tinggal dan menempatkan perabotan pada tempat yang proporsional, 

d. menyiapkan peralatan seperti senter, P3K, makanan instan, dll, 

e. memeriksa penggunaan listrik dan gas, 

f. mencatat nomor telepon penting dalam penanganan kebencanaan gempa bumi, 

g. memahami jalur evakuasi dan mengikuti kegiatan simulasi mitigasi bencana gempa, dan

h. pemantauan penggunaan teknologi yang dilakukan secara tiba-tiba. 


Gambar 4.25. Rumah Anti Gempa di Indonesia BNPB 


Sumber: eljohnnews.com/hendra (2021) 



Untuk menambah wawasan kalian tentang Kegiatan Mitigasi Bencana Gempa Bumi, silahkan klik tautan disini



4. Mitigasi Tanah Longsor 



Kegiatan mitigasi bencana tanah longsor dilakukan untuk meminimalisir risiko/dampak bencana. Kegiatan mitigasi bencana tanah longsor sebagai berikut: 

a. menghindari daerah rawan bencana longsor untuk membangun permukiman, 

b. mengurangi tingkat keterjalan lereng, 

c. membuat terasering dengan sistem drainase yang tepat, 

d. melakukan penghijauan dengan tanaman berakar dalam, 

e. mendirikan bangunan berpondasi kuat, 

f. penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air cepat masuk, dan 

g. melakukan relokasi permukiman, gedung, fasilitas umum, atau lainnya di daerah yang berpotensi terjadi tanah longsor (dalam beberapa kasus). 


Gambar 4.26. Terasering di Bali 


Sumber: flickr.com/pixawe (2010) 



5. Mitigasi Banjir 



Kegiatan mitigasi bencana banjir dilakukan untuk dapat meminimalisir risiko/dampak bencana. Kegiatan mitigasi bencana banjir sebagai berikut: 

a. pembangunan waduk untuk mencegah terjadinya banjir, 

b. pembangunan tanggul untuk menghindari banjir, 

c. penataan daerah aliran sungai, 

d. penghijauan (reboisasi) daerah hulu, tengah, dan hilir sungai, 

e. pembangunan sistem peringatan dan pemantauan, 

f. sepanjang bantaran sungai tidak dijadikan lahan pembangunan, dan 

g. pembersihan sampah dan pengerukan endapan sungai dilakukan secara berkala. 



Gambar 4.27. Pembangunan Bendungan 


Sumber: pu.go.id/2020 



6. Mitigasi Kekeringan 



Kegiatan mitigasi bencana kekeringan dilakukan untuk dapat meminimalisir risiko/dampak bencana. Kegiatan mitigasi bencana kekeringan sebagai berikut: 

a. pembangunan waduk untuk mencegah terjadinya defisit air di musim kemarau, 

b. reboisasi hutan untuk mencegah terjadinya kekeringan, 

c. penghijauan di area permukiman warga maupun di jalan besar, 

d. pemantauan penggunaan teknologi, 

e. membangun atau melakukan rehabilitasi terhadap jaringan irigasi, 

f. memelihara dan melakukan rehabilitasi terhadap konservasi lahan maupun air, dan 

g. melakukan sosialisasi untuk penghematan air. 


Gambar 4.28. Menanam Pohon di Hutan Adat Kasepuhan Cipta Gelar Sukabumi, Jawa Barat 


Sumber: forestdigest.com/Dok. PSKL (2021


Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Belajar Geografi ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO